Kota Lhokseumawe
Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001, tanggal 21 Juni 2001 dengan batas-batas wilayah Kota Provinsi :
Utara Selat Malaka
Timur Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara
Selatan Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara
Barat Kecamatan Dewantara,
Kabupaten Aceh Utara
Penggunaan lahan terbesar di Kota Lhokseumawe adalah untuk permukiman seluas 10 877 ha atau sekitar 60% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk usaha kebun campuran 4.590 ha atau sekitar 25,35%, di samping untuk kebutuhan persawahan seluas 3 747 ha atau sekitar 21%. Untuk kebutuhan perkebunan rakyat telah dimanfaatkan seluas 749 ha atau sekitar 4% dan untuk lain–lainnya.
Sejarah Secara etimologi Lhokseumawe berasal dari kata Lhok dan Seumawe. Dalam Bahasa Aceh, Lhok dapat berarti dalam, teluk, palung laut, dan Seumawe bermaksud air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Keberadaan kawasan ini tidak lepas dari kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13, kemudian kawasan ini menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524. Zaman Kolonial Pemandangan jalan di Lhokseumawe pada masa Hindia Belanda Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903, setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai dan dijajah Belanda. Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe yang tunduk di bawah Aspiran Controeleur. Di Lhokseumawe, berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati. Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh, Kota Lhokseumawe sebagai salah satu pulau kecil dengan luas sekitar 11 km² yang dipisahkan dengan Sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer, dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa (Gampong) Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi, dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa secara jamak di sebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.
Sejarah Secara etimologi Lhokseumawe berasal dari kata Lhok dan Seumawe. Dalam Bahasa Aceh, Lhok dapat berarti dalam, teluk, palung laut, dan Seumawe bermaksud air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Keberadaan kawasan ini tidak lepas dari kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13, kemudian kawasan ini menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524. Zaman Kolonial Pemandangan jalan di Lhokseumawe pada masa Hindia Belanda Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903, setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai dan dijajah Belanda. Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe yang tunduk di bawah Aspiran Controeleur. Di Lhokseumawe, berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati. Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh, Kota Lhokseumawe sebagai salah satu pulau kecil dengan luas sekitar 11 km² yang dipisahkan dengan Sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer, dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa (Gampong) Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi, dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa secara jamak di sebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.
- Banda Sakti, Lhokseumawe di Pulau Sumatra Gampong , Kuta BlangTumpok TeungohSimpang EmpatJawa LhokseumaweKota LhokseumaweMon GeudongKeude AcehPusong LhokseumaweHagu TeungohUteun BayiUjong BlangHagu SelatanPusong BaruUlee JalanBanda MasenLancang GaramJawa BaruHagu Barat Laut
11.73.03 Blang Mangat, Lhokseumawe 22
lbs
Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, Aceh
Gampong
Alue LimAsan KareungBlang BulohBlang CutBlang PunteuetBlang TeueBlang Weu BarohBlang Weu PanjoeBaloiKeude PunteuetKualaKumbang PunteuetJambo MesjidJambo TimuJeulikatMane KareungMesjid PunteuetRayeuk KareungSeuneubokTeungohTunongUlee Blang Mane
11.73.01 Muara Dua, Lhokseumawe 17
lbs
Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Aceh
Gampong
Alue AweBlang CrumBlang PorohCot Girek KandangCut MamplamKeude CundaLhok Mon PutehMeunasah AlueMeunasah BlangMeunasah ManyangMeunasah MeeMeunasah MesjidMeunasah PanggoiPaloh BateePaya BiliPaya PunteuetUteunkot
11.73.04 Muara Satu, Lhokseumawe 11
lbs
Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, Aceh
Gampong
Batuphat TimurBatuphat BaratBlang Naleung MamehBlang PanyangBlang PuloCot TriengMeunasah DayahMeuria PalohPadang SaktiPaloh PuntiUjong Pacu
0 Response to "Kota Lhokseumawe"
Posting Komentar